BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Rabu, 03 Desember 2014

“Saat aku tak mengerjakan apa-apa seperti ini, pikiranku akan berkeliaran ke banyak tempat, banyak masa. Seringnya, membawaku kembali ke masa lalu, saat aku masih bersamanya. Aku kembali padanya dan memperbaiki kesalahanku. 

Tapi, di antara kenangan-kenangan itu, aku juga menemukan kamu. Entah sejak kapan.” 

Kamis, 16 Oktober 2014

Sialan

"Jangan putus, ya.." katamu
"Tetep jaga komunikasi kita, ya.." katamu

Mana? Mana buktinya tetap menjaga komunikasi? Aku sapa kamu cuma kirim senyum. Aku tanya, kamu cuma balas satu dua kata. Masih mending begitu, sering juga kamu cuma kirim senyum. Aku merasa jadi orang bodoh, berusaha menggapai bayang-bayangmu. Orang bodoh yang berusaha mengenggam bayanganmu. Aku merasa jadi perempuan menyebalkan yang terobsesi padamu. Sialan. Ah! Jangan bilang kamu sedang membalas dendam karena perlakuanku dulu. Sialan.
Ah! Jangan-jangan maksudmu 'putus' dan 'jaga komunikasi' itu berbeda dengan maksudku? Sialan.
Baiklah. Terserah kamu saja. Sialan!

Pertanda

Apa yang ada dipikiranmu jika kamu bertemu mantan pacarmu setelah 7 tahun lost contact? Setelah dulu berpisah dengan masalah yang masih belum terselesaikan. Saat sampai sekarang pun kamu masih memiliki rasa cinta itu di hatimu. Sejujurnya, kamu pun tak yakin. Benarkah cinta? Bukankah itu hanya rasa penasaran yang menghantui karena kalian belum benar-benar 'selesai'?

Bagaimana jika ternyata dia masih ingin kembali padamu? Setelah dia meninggalkanmu sendiri 7 tahun lalu. Setelah dia membuatmu sakit sesakitnya karena rindu yang tak terkira. Dia masih saja berkeliaran di sekitarmu, memintamu kembali, memintamu memberinya kesempatan sekali lagi.

Kamu akhirnya tau, 7 tahun lalu, dia hanya terlalu terburu-buru pergi tanpa sempat memberitahumu. Tujuh tahun lalu, dia sama hancurnya denganmu karena mengira kamu yang meninggalkannya. Semua ini dimulai dari satu kesalahpahaman yang melukai kalian berdua.

Tapi, masalahnya sekarang kamu sudah memiliki seseorang yang mencintaimu. Seseorang yang ingin melindungimu dan berjanji tak akan meninggalkanmu seperti dia yang tujuh tahun lalu melukaimu. Seseorang yang berkali-kali terluka karena mantan pacarmu telah berkali-kali membuatmu goyah. Terluka karena hati yang mulai kamu berikan padanya perlahan-lahan kamu rebut kembali. Masalah yang lain lagi, mantan pacarmu pun sudah punya perempuan lain. Perempuan yang seyogyanya akan menjadi mempelai di hari pernikahan mantan pacarmu.

Apa yang ada dipikiranmu jika kamu bertemu dengan mantan pacarmu yang di hatimu masih ada dia? Apa kamu berpikir ini adalah suatu pertanda? Pertanda apa? Pertanda bahwa kalian sebenarnya ditakdirkan untuk yang lainnya? Pertanda bahwa kalian seharusnya mengikat janji bersama? Pertanda bahwa pasangan kalian yang sekarang ini bukanlah yang tepat?

Ijinkan aku memberi satu kemungkinan lain. Mungkin juga semua ini adalah pertanda bahwa ada hal yang harus kalian selesaikan sebelum kalian melangkah terpisah dan melanjutkan hidup. Dengan begitu, kalian bisa menghapus sedikit beban tentang yang lain di hati kalian. Mungkin dengan begitu kalian bisa berbaikan, menghapus dendam yang mungkin terselip di hati. Mungkin dengan begitu kalian bisa tau, kalian memang tidak ditakdirkan bersama.

Jadi, apa yang ada dipikiranmu jika kamu bertemu dengan mantan pacarmu setelah 7 tahun tak pernah bertemu dan di hatimu masih ada dia?

Jumat, 25 Juli 2014

Maaf...

Hai. 


Apa mereka sudah memberitahumu apa yang aku katakan tentangmu? Bahwa aku mengaku bosan denganmu? 

Maaf..

Kamu tidak perlu merasa bersalah. Bukan kamu yang salah. Bukan karena yang kamu lakukan atau tidak lakukan saat kita jalan. Masalahnya ada pada diriku.

Maaf.

Saat aku bilang rindu, sebagian besarnya karena aku tidak boleh menghubungi dia, seseorang yang telah aku sakiti di masa lalu. Sebagian lainnya, karena aku memang ingin berbicara denganmu. 

Maaf.

Aku tau ini salah. Kamu sudah menjadi pelarianku bertahun-tahun dari orang itu. Aku memanfaatkan perhatianmu. Aku memanfaatkan kebaikanmu. 

Maaf.

Karena itu aku menjauhimu. Karena tiba-tiba aku melihat dirinya pada kamu. Melihat kamu yang akan aku sakiti lagi. Karena itu, maaf.

Bye..

Rabu, 11 Juni 2014

sudah cukup

paling enggak suka sama orang yang sms tengah malem gak jelas. dulu pernah ada yang sms tengah malem seakan dia sekarat dan sedang menunggu malaikat menjemputnya. bikin orang lagi enak tidur terbangun karena suara sms. bikin orang panik. bikin orang gak bisa tidur. gimana coba? disms balik enggak nyampe. ditelpon ternyata hapenya mati. besoknya saat aku tergopoh2 mencari dia, dia cuma senyum lihat aku. waktu aku tanyain ada apa? dia bilang enggak pa pa. KAREPMU KI OPO?? minta perhatian?

kemaren ada lagi yang sms tengah malem. bilang kalau dia marah sama aku. salahku apa? lupa ulang tahunnya? ngomen sesuatu yang gak enak di fbnya? perasaan enggak. ditanyain balik gak dijawab. sms sekali lagi sama aja dicuekin. oke fine! jangan harap aku sms lagi. jangan harap aku memohon-mohon diberi tahu salahku apa. jangan harap aku memohon-mohon untuk tidak lagi marah dan memaafkanku. ternyata? dia ngirim message ke fb ku. sinyal membuatku gak tau dia mengirimkan itu. alhasil? aku terlihat online di fb, tapi tak membalas pesannya. OMG! kamu itu cowok apa bukan sih? kaya begitu aja marah. kalau emang urgent, kenapa gak sms aja dari awal? toh kamu cuma menyapaku.

lagi. dia bilang aku sensitif. aku akui. aku balas bilang, dia pun sensitif. katanya? aku yang tak mau mengakuinyalah, aku yang lupalah. helloooww!! aku ngaku aku sensitif. kamu itu yang gak ngaca! tolong ya! dikit-dikit marah, kalo bukan sensitif lalu apa namanya? coba kasi tau aku istilah yang tepat.

lagi. tadi, pesan fbmu akhirnya aku balas. aku menjelaskan kenapa aku tak langsung menjawab kemarin. jawabmu hanya 'oh'. oke. tak masalah. aku pun sering begitu. yang jadi masalah, kenapa kamu tiba-tiba bilang lagi kalau aku nyuekin kamu? karena aku gak membalas 'oh'mu itu? karena aku online dan tidak menyapamu yang sedang online? tolong ya, mas. kamu itu siapa?

lagi. tiba-tiba kamu bilang aku nyuekin kamu. lagi. lagi. lagi. aku kesal. bagaimana tidak? aku sudah lama bersabar untukmu. setidaknya kamu asik untuk diajak ngobrol dan berdebat. aku masih ingin menjadi temanmu. tapi kamu selalu saja menyalahkanku tanpa alasan. aku bertanya, apa sebenarnya yang kamu ingin aku lakukan? kenapa kamu selalu saja menyalahkanku? kamu malah balik tanya, apa yang aku ingin kamu lakukan? aku ingin kamu memberiku alasan! selanjutnya? lagi lagi 'oh'. O K E  F I N E ! sudah cukup aku kebingungan sendiri. sudah cukup aku khawatir sendiri. sudah cukup aku tak dapat tidur semalaman. sudah cukup aku merasa bersalah sendiri. sudah cukup aku disalahkan olehmu-yang bukan siapa-siapa.

sudah cukup!

Kamis, 01 Mei 2014

Aku ingin bilang : rindu,.

Aku rindu. Sampai tak sanggup menahan rasa itu di dada. Akhirnya aku beranikan diriku bertanya padamu.

Kamu sibuk? Boleh aku telpon?

Saat kamu meng-iyakan, jari-jariku terasa dingin. Selalu begini setiap aku gugup. Padahal biasa saja. Aku tidak ingin berkata yang aneh-aneh seperti
Aku merindu. Aku ingin bertemu. Aku ingin mendengar suaramu.
Aku tidak akan seberani itu saat berbicara padamu. Di telpon, atau di depanmu. Hanya dengan kata-kata tertulis aku berani menyampaikannya. Dengan kata tertulis yang disertai emoticon konyol dan 'hahaha' aku berani menyampaikannya padamu.

Lalu, saat mendengar suaramu. Rasanya rindu itu bukan berkurang, tapi semakin membebani dadaku.
Ingin bertemu. Aku ingin bertemu. Ingin sekali bertemu. Menatapmu. Berbicara denganmu. Tertawa denganmu.
Cerita-cerita yang aku persiapkan, yang aku tulis daftarnya agar tak kehabisan bahan pembicaraan denganmu tampaknya menguap begitu saja. Aku tak dapat mengingatnya. Keluhan-keluhanku dan rasa sakit hati yang ingin aku ceritakan tak mampu terurai dari bibirku. Rasanya sayang saja menodai kesempatan ini dengan kisah menyedihkan itu, bukan?

Lalu, saat aku mendengar suara seorang perempuan. Suara kamu yang mengusirnya dengan menutup pintu kamarmu. Aku tercekat. Sungguh aku dapat mengira siapa perempuan itu. Teman kita itu, kan? Aku memastikannya.
Siapa tuh?
Pengganggu
Siapa emangnya?
'Teman kita'

Aku terdiam sedetik dua detik. Mencerna nama yang baru saja kau sebutkan. Aku sudah dapat mengiranya. Tapi tetap saja nama yang kau sebut itu terngiang jelas di kepalaku. Aku cemburu. Sepertinya begitu. Malam-malam begini. Dan dia ada di tempatmu. Ah,. Saking cemburunya, aku langsung menyudahi percakapan kita. Kamu bilang jangan. Teman kita sedang menemui orang lain di tempatmu. Oh, ya. Tentu saja. Bisa saja. Tapi kenyataannya dia menghampirimu, bukan?

Kita melanjutkan pembicaraan kita. Tapi aku tak dapat berkonsentrasi. Ah. Aku benci seperti ini. Nama itu masih terngiang di otakku. Membuat aku tak dapat merangkai kata yang aku inginkan.

Sudah ya, temani saja 'Teman kita'
Jangan
Dia kan mau ketemu kamu. Sudah ya. 
Tidak kok. Bagaimana kabarmu di sana?
Baik.
Kamu mengulang pertanyaan yang sama. Dan aku sadar intonasi suaraku berbeda. Sudahlah. Percakapan ini memang tak dapat dilanjutkan. 
Salam untuk teman kita ya.. Ah. Sebentar. Jangan bilang dia kalau aku menelpon.
Kamu hanya tertawa. Kamu tak akan berpikir aku malu mengakui aku menelponmu kan? Aku hanya tak ingin dia cemburu. Karena aku curiga dia menyukaimu. Itu saja. Aku tertawa lagi bersamamu.
Sudah ya. Terima kasih, kamu. (Aku rindu, kamu tau itu?)

Sabtu, 26 April 2014

Momen

Kenapa momen kita selalu tidak tepat? Kenapa aku moodku sedang jelek saat kamu mau berbaik hati menyapaku dan bercerita padaku? Saat itu aku tidak memberikan respon yang benar. Apakah kamu merasakan keenggananku? Itukah sebabnya kamu menarik dirimu?
Kenapa pula saat aku ingin berbicara banyak hal denganmu kamu menarik diri seperti ini? Apa moodmu sedang jelek? Apa kamu hanya ingin membalasku? Aku ingin berbicara denganmu. Banyak hal. Hal-hal tidak penting. Apa saja. Aku ingin tertawa bersamamu. Tersenyum membaca balasan smsmu.
Kenapa momennya tidak tepat?

Kamis, 24 April 2014

Merajuk

Halo, kamu,.
Apakah kamu tau? Beberapa hari ini keadaanku tidak baik-baik saja. Aku tidak dapat tidur di malam hari. Aku terjaga sepanjang malam tak tau memikirkan apa. Tak ingat melakukan apa. Siangnya pun aku hanya tidur sangat sedikit. Rasanya badanku lemas. Mataku pun menunjukkan tanda-tanda nyata aku akan segera berubah menjadi panda. Hahahha.. Kamu tertawa? Baguslah. Aku senang mendengar kamu tertawa.

Apakah kamu tau? Jadwal tidurku yang berantakan itu pun mempengaruhi perutku. Minatku pada makanan menghilang. Rasanya susah sekali menemukan sesuatu yang ingin aku makan. Rasanya aku akan memilih tidak makan berhari-hari andai bisa. Aku makan sangat sedikit. Hanya untuk memastikan perutku masih dapat bekerja dan tidak lengket seperti yang dulu dikatakan nenekku saat aku kecil.

Kata temanku, ini tanda-tanda aku sedang patah hati. Patah hati karena kamu pergi jauh. Patah hati karena kamu tidak menghubungiku berhari-hari. Patah hati karena katanya kamu pergi dengan perempuan lain. Lucu, bukan? Kalau memang aku patah hati, mana mungkin aku tidak tahu? Hati itu kan milikku. Bagaimana mungkin aku tidak tahu saat dia patah?

Kalau boleh, aku mau mengaku saja. Sejujurnya aku tidak patah hati. Terserah kamu mau pergi ke mana saja, sejauh apa. Terserah kamu mau pergi dengan siapa saja dan mencintai siapa saja. Aku hanya ingin sekali-kali kamu memperhatikanku. Menyapaku sekali-kali saat kamu sedang tidak ada kerjaan. Menanyakan kabarku. Bertanya apakah aku sudah makan. Marah dan menyuruhku makan. Ah. Aku sudah gila rupanya. Mana mungkin kamu akan melakukan itu. Sudahlah. Aku hanya sedang merajuk. Jangan pedulikan aku
(Baca : tolong pedulikan aku sedikit saja. Banyak juga tak apa. Aku akan lebih senang. Tapi sedikit pun tak apa.)

Rabu, 09 April 2014

Dipermainkan?

Aku tidak suka saat temanku berkata bahwa aku menyukaimu. Atau saat dia meyakinkanku bahwa kamu menyukaiku. Dia tidak tahu aku. Iya, kan? Aku saja tidak tahu bagaimana perasaanku padamu. Bagaimana mungkin dia memutuskan bahwa aku menyukaimu? Kamu saja tidak kenal temanku. Bagaimana bisa dia memutuskan bahwa kamu menyukaiku?

Aku juga tidak suka temanku menyalahkan teman kita saat dia berkata akan jalan denganmu. Kata temanku, teman kita main belakang denganmu. Merebutmu dariku. Menyusup di antara kita yang sedang saling jatuh cinta tanpa suara. Siapalah temanku itu? Dia kan tidak tahu bagaimana perasaan teman kita tentangmu. Dia juga tidak tahu bagaimana perasaanmu tentang teman kita.

Ah,. aku tidak suka ini. Aku tidak suka orang lain memutuskan bagaimana seharusnya perasaanku. Bagaimana orang-orang seharusnya berlaku. Aku tidak suka ini. Baguslah kalau memang benar teman kita yang berada di antara kita. AH. Bukan itu maksudku. Hanya saja, kalau ternyata aku yang di antara kamu dan teman kita, sedangkan temanku sudah menuduhnya main belakang, lalu harus aku taruh di mana wajahku ini? Dan aku pikir akan menyakitkan rasanya. Lebih menyakitkan dibandingkan dia yang main belakang.

Tidak kah kamu pikir rasanya seperti dipermainkan?

Kamis, 20 Maret 2014


Hai, apa kabar? Kamu sedang apa? Aku bosan di sini..

(Baca : Hai, apa kabar? Kamu sibuk? Aku kangen kamu, pengin ngobrol sama kamu.)

everything's gonna be alright, isn't it?

so, damn, why am i cry?

#27, Could i?

Could i just come to you and cry on your back?

There's no need to see my face

There's no need to calm me down

There's no need to hug me

Just stand still...

and lend me your back..

Could i?

#26, Bagaimana mungkin aku lupa?

Hari ini kita bertemu lagi. Setelah hari-hari tanpa kata itu. Setelah hari yang menyakitkan itu. Kamu memandangku dengan tatapan yang sama seperti dulu. "Masih ingatkah kamu?" katamu.
Aku tertawa. "Serius amat. Inget apa emangnya?"
Kamu memandangku lama dalam diam. Aku tertawa. Tertawa agar gemetarku tak terlalu kentara. Tatapanmu yang beku, rasa sakit hati yang memancar dari lakumu, menggores tiap inchi kulitku. Kamu memalingkan wajahmu lalu pergi tanpa kata lagi. 
Aku memandang punggungmu yang menjauh. "Bagaimana mungkin aku lupa? Sedangkan tak pernah satu hari pun bayangmu menghilang dari benakku."
Ah,. sepertinya aku harus pergi juga. Air mata ini rasanya akan tumpah.

#25, Sejauh apa?

Malam ini aku memimpikanmu,
Kamu yang akan pergi menjauh lagi,

Benarkah?

Ingin aku berkata turut bahagia,
Bagaimana pun juga hal ini telah kau tunggu lama,

Tapi aku pun merasa kehilangan, 
Akan sejauh apa kamu pergi kali ini?

#24,

"Lihat! Jari-jarimu panjang sekali." Aku menempelkan telapak tanganku pada telapak tangannya setinggi mataku. "Telapak tanganmu lebih besar dari aku. Hahahaha.." 
Kamu menatapku sejenak, tersenyum, "Supaya aku bisa membungkus tanganmu seperti ini." Kamu meraih kedua tanganku dan menggenggamnya erat. Tawaku terbungkam. 
"Atau menghangatkanmu seperti ini saat kamu kedinginan." Kamu menangkupkan kedua telapak tanganmu di pipiku. Kamu menunduk, menatap langsung ke dalam mataku. Aku terdiam salah tingkah. Rasanya pipiku memanas. Ah. Pasti itu karena tanganmu. Iya kan?

Minggu, 16 Maret 2014

#23, Si Jaket Merah

Ai, kamu ingat? Dulu, aku pernah memiliki jaket yang mirip denganmu. Jaket berwarna merah dengan dengan dua garis abu-abu di lengannya. Aku bisa pastikan aku tidak dengan sengaja mengembarimu. I swear. Tapi setelah aku tau jaket kita mirip, aku selalu menganggap kita memiliki jaket kembar. Menganggap jaketku dan jaketmu sengaja kita beli agar kita sama. Sounds so silly, eh? Hahahaha..

Dari si jaket merah kembaranmu,

X

Rabu, 05 Maret 2014

Lelakiku

Untuk kesekian kalinya aku dan lelaki ini berjalan melewati jalan ini. Kali ini kami berjalan bersisian dalam gerimis. Dia memayungi kami berdua dari hujan. Walau aku sebenarnya tau dia mencondongkan payungnya lebih padaku dan membiarkan sebelah bahunya basah.

Lelaki ini. Lelakiku. Lelaki yang berjalan di sisiku ini selalu ada di sana sejak lima bulan yang lalu. Saat itu dia menyatakan cintanya padaku. Dia ingin berada di sampingku. Aku menerimanya begitu saja. Aku menerima cintanya. Aku menerimanya untuk ada di sampingku. Lalu dia selalu ada.

Lima bulan. Aku tak pernah mengatakan perasaanku padanya. Tak sekalipun 'suka'. Apalagi 'cinta'. Saat kami bersama. Kami hanya bersisian. Aku menepis tangannya saat dia mencoba menggenggam tanganku. Aku menjauh darinya setiap dia berada terlalu dekat denganku. Aku menolak rangkulannya di bawah payung saat hujan deras. Membuautnya mengalah kebasahan hanya untuk membuatku tetap terlindung di bawah payungnya.

Kata teman-temanku aku hanya memanfaatkannya. Kata mereka aku memperbudaknya karena lelaki itu memujaku. Kata mereka aku terlalu angkuh. Kata mereka aku tak pantas dicintai lelakiku. Padahal bukan seperti itu. Aku juga mencintainya. Aku juga menginginkannya ada disisiku seperti dia menginginkan aku disisinya. Aku hanya terlalu takut. Takut tak dapat melepaskannya setelah merasakan sentuhannya.

Aku menatap jalan yang lengang di depanku. Aku memikirkan keterlambatan lelakiku di tempat janjian kami. Seorang temannya yang perempuan menahan lelakiku untuk membantu entah apa. Hal itu mengakibatkan lelakiku terlambat datang dan membuatku menunggu dalam gerimis cukup lama.

"Kamu masih marah?" Suara lelakiku mengembalikanku pada jalan yang lengang di hadapanku.

"Tidak." jawabku.

"Marahlah seperti biasa kalau kamu memang marah karena aku terlambat. Jangan diam saja seperti itu."

"Bukan begitu." Jawabku lagi

"Aku harus bagaimana? Aku tidak tau harus berbuat apa jika kamu terus seperti ini." Aku merasakan gerimis jatuh di wajahku. Lelakiku berhenti berjalan beberapa langkah di belakangku.

Seandainya lelakiku tau, yang menggangguku adalah kata-kata perempuan itu saat mengantarnya. Bukan karena keterlambatannya. Dia tidak pernah mencintaimu. Kenapa tidak kamu tinggalkan saja dia dan bersamaku. Aku lebih mencintaimu. Suara perempuan itu terngiang kembali.

Aku menghela nafas. Berbalik dan memandang lelakiku. "Mungkin yang perlu kamu lakukan hanya terus berjalan?" kataku. Lelakiku memandangku. Dia menghela nafas dan mulai berjalan. Sejenak dia berhenti di sampingku. Menungguku berjalan terlebih dahulu. Kali ini kami berjalan bersisian dalam diam dengan beban yang terasa berat di sekitar kami. Aku merasakan kekecewaan lelakiku.

Aku mengangkat tangan kananku, ingin memegang lengan lelakiku. Tapi keragu-raguan menurunkan tanganku. Beberapa langkah kemudian, aku tak tau bagaimana, tapi tangan kananku melingkar di pinggangnya, kepalaku bersandar di lengannya, dan dia berhenti berjalan. Aku merasakan keterkejutannya.

"Teruslah berjalan bersamaku." kataku sambil menunduk menyembunyikan wajahku yang memerah. Aku merasakan lelakiku tetap bergeming.

"Aku mencintaimu. Kamu tau itu, kan?" kataku lagi. Kali ini Aku merasa payung kami berpindah ke tangan kanannya. Tangan kirinya melewati pundakku, menggenggam tangan kiriku, membawanya ke bibir lelakiku. Aku menarik tangan kiriku dengan malu. Sungguh malu hingga rasanya wajahku terbakar.

"Aku tau." Bisiknya. Kami berjalan lagi di jalan itu. Kali ini beban yang tadi begitu berat menghilang. Aku merasakan senyum di wajah lelakiku. Aku merasakan sudut-sudut bibirku terangkat membentuk senyum. Aku tau lelakiku akan terlindung di bawah payung sama sepertiku. Aku tau. Kami akan baik-baik saja.

Minggu, 02 Maret 2014

#22, Harus bagaimana?

Aku tidak terlalu suka acara tv itu sebenarnya, ai. Tapi berhubung di jam itu adanya sinetron yang lebih aku gak suka, akhirnya aku hampir selalu menonton acara tv satu itu. Biasanya mereka hanya melucu. Berharap tawa penonton sebagai bayaran mereka. Memastikan yang mereka lakukan memang lucu. Padahal mungkin, penonton itu tertawa karena dikomandoi untuk tertawa. Jadi mereka hanya pura-pura? Yah, itu tidak penting.

Acara di tv itu hari ini menyentilku. Ceritanya tentang mantan yang jadi awkward. Katanya, si cewek nyuekin si cowok setelah mereka putus. Kalo ketemu diem aja. Malah katanya suka menghindar padahal mereka satu band. Jadinya malah bandnya gak jalan gara-gara si cewek menghindar mulu.

Menurutmu bagaimana, ai? Apa sekarang si cewek seharusnya biasa aja kalo ketemu si cowok? Tapi, ai. Bagaimana jika ternyata si cewek menghindari si cowok karena pacar si cewek cemburuan? Bagaimana jika ternyata si cewek merasa bersalah karena memutuskan si cowok dan mengira bahwa berkata-kata hanya akan menyakiti si cowok lebih lagi? Bagaimana jika si cewek mengira si cowok masih mencintainya dan memutuskan bahwa berkata-kata akan membuat si cowok lebih susah melepaskannya?

Ya, ya.. aku tau, kamu pasti kesal karena merasa si cewek begitu besar kepala, kan? Bisa saja si cowok memang sudah biasa saja dengan semuanya. Bisa saja si cowok sudah tidak memiliki perasaan apa-apa. Bisa saja si cowok sudah melepaskan kenangan mereka.

Tapi bagaimana si cewek bisa memastikan, ai? Bagaimana si cewek tau bahwa bersua dan berkata-kata tidak akan membuat si cowok sakit?

Bertanyakah, ai? Lalu bagaimana jika dengan bertanya itu saja sudah menyakiti?

Lalu aku? Aku harus bagaimana bila harus bertemu denganmu? Dua tahun menghindarimu sudah cukup, kah? Sudah bisakah aku bertemu denganmu lagi? Sudah bisakah aku berbicara denganmu lagi?

Yang masih saja bingung harus memerankan skenario yang mana saat ada kemungkinan bertemu denganmu,

X

Jumat, 28 Februari 2014

#21, Ring

Kamu tau kereta gantung? Ya, seperti yang ada di TMII itu, tapi bedanya yang ini ada di gunung salju. Aku dan teman-temanku naik salah satunya sampai ke puncak. Rencananya kami akan turun dari puncak bersalju itu menggunakan ski  

Saat kami naik ke puncak waktu itu langit masih cerah. Hanya sedikit awan yang terlihat di sana. Tapi saat kami memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum meluncur turun, langit sepertinya juga memutuskan untuk berhenti ceria. Gumpalan-gumpalan awan datang. Kabut bergulung menyelimuti tempat itu. Orang-orang yang mau turun mengurungkan niatnya. Lebih baik menunggu satu dua jam daripada salah jalur dan jatuh ke jurang. Berduyun-duyun mereka masuk ke tempat beristirahat di puncak itu untuk menghangatkan diri.

Saat itu, aku malah keluar. Aku ingin melihat kabut yang menyelimuti tempat itu. Yang aku temukan, kamu. Memandangku dari jauh. Kita menghampiri satu sama lain. Bertemu di hamparan salju yang putih. Di kelilingi kabut. Kamu menarik tanganku, meletakkan sesuatu di telapaknya, lalu menggulung jariku agar menutupinya. Lalu kamu pergi. Saat aku buka, sebentuk cincin berwarna perak yang sederhana dan manis tertinggal di sana. Aku terkejut. Hanya sedetik. Aku berbalik untuk mencarimu. Aku benar-benar ingin tahu apa maksudmu memberiku cincin ini. Tapi kamu sudah hilang. Bahkan bayangmu tak lagi tertinggal.


Yang sepertinya mulai gila karena cincin yang kamu tinggalkan masih terasa saat terbangun,

X

Sel abu-abu, kamu, dan perjalanan ke kota kita

Akhir minggu lalu aku pulang ke kotamu. Kota kita mengais ilmu. Apa aku pernah berkata bahwa aku tidak suka perjalanan ke kota itu? Bukan karena aku tidak suka kota itu, bukan. Aku tidak suka jalan berkelok dan rusak menuju kota itu. Hanya itu. Jalan panjang seperti ular yang tercabik-cabik itu membuatku mual. Tak jarang membuatku mengeluarkan isi perutku. Membuatku lemas dan pusing. Aku tidak suka itu. 


Akhir minggu lalu berbeda. Di dalam travel yang penuh muatan itu tiba-tiba kamu terlintas dipikirku. Hal-hal lucu tentang kamu. Tentang kita. Aku ingat kamu pernah bertanya tentang orang tuaku. Katamu kamu mau mampir dan bertemu. Waktu itu aku panik. Pikiranku sudah terbang ke mana-mana. Menyangka kamu akan melamarku. Sungguh aku berlebihan sekali. Aku merasa bodoh karena ternyata itu hanya basa-basimu.

Setelah itu kamu pergi jauh ke Metropolitan. Katamu kamu sudah mendapatkan pekerjaan yang kamu impikan. Aku sedih. Tak bisa lagi aku beralasan apa-apa agar bisa menemuimu.

Akhir bulan lalu kamu menelpon, bertanya apa sekarang aku sudah di rumah. Menganggur. Atau bekerja entah di mana. Aku masih di sini. Di kota kita mengais ilmu, jawabku. Aku masih menjadi anak ayam yang mematuk-matuk tanah. Kesal karena tidak menemukan cacing yang lezat itu. Kamu tertawa. Sampai situ saja. 

Akhhir minggu lalu, di dalam travel, sel abu-abu di kepalaku merangkai cerita yang lucu. Kamu memintaku datang ke rumahmu. Membawakan ibumu hadiah ulang tahun sebagai wakilmu. Katamu, kamu tidak mau mengirimkannya. Kamu ingin aku yang membawakannya.

Sel abu-abu masih menjalin cerita itu. Ibumu suka padaku. Hal yang sepertinya sulit terjadi jika nyata-nyata ini terjadi. Berkali-kali aku datang ke rumahmu di kota kita. Membawakan ibumu masakanku atau sekedar berkunjung dan membantu ibumu memasak untuk ayahmu. Tak terasa aku telah menjadi bagian dari keluargamu. Sel abu-abu membuat bibirku melengkung memikirkan kamu ternyata memang menyukaiku. 

Kamu, bukankah sel abu-abu itu hebat sekali? Dia bisa menjalin cerita yang panjang dan meringkasnya dalam satu perjalananku ke kota itu. Dan taukah kamu? Untuk sekali itu, aku tidak merasakan pusing, mual, ataupun perasaan tidak enak yang tidak aku sukai. Aku melewati ular berkelok tercabik-cabik dengan selamat, bebas dari pusing dan mual! Aku bahkan tidak minum obat antimual yang biasanya tidak mempan di tubuhku! Kamu harus menyelamatiku. Juga menyelamati kamu, karena kamu membuat aku lupa untuk mual dan pusing. Terima kasih telah menjadi pahlawan super di perjalananku ke kota kita akhir minggu lalu. Kapan-kapan mampirlah lagi, kamu..

Rabu, 19 Februari 2014

#20, my hand in yours

Reuni? Sepertinya sedang ada reuni. Sebuah reuni random karena ada kamu, ada teman SMAku, ada teman SMPku, ada teman kuliahku, dan ada beberapa orang yang belum aku kenali. Aku berdiri di dekat teman SMAku, berbicara dengannya, sadar kamu juga ada di sana. Tak lama, kita merasakan tanah bergetar. Kamu tau, kan? Aku takut sekali dengan gempa. Kakiku tiba-tiba lemas. Aku langsung memegang erat lengan teman SMAku itu. Gempa itu hanya satu menit. Tapi takutku tak mudah hilang. Aku masih memegang erat tangannya saat aku sadar kamu menghampiri kami. Aku juga masih memegang erat tangannya saat kamu memukul-mukul tangannya dengan karton, terlihat kesal sekali. Kamu tidak berkata apa-apa tapi aku tau kamu kesal karena aku memegang tangannya. Bodohnya aku tak segera melepaskannya. Akhirnya kamu menarik tanganku, menarikku berdiri, menggenggam tanganku erat. Aku hanya dapat menatapmu. Aku lupa takutku. Aku tersenyum karenamu. Sadarkah kamu jika yang kamu lakukan itu sangat lucu? dan manis?



Aku rindu

Sabtu, 15 Februari 2014

#19, Obsesi cinta lama

Hai, ai,.

Senang sekali bisa melihatmu, menggenggam tanganmu, menyapamu, dan tersenyum padamu. Senang sekali bisa bertemu denganmu, duduk bersama denganmu, dan mendengar suaramu. Senang sekali mendengar kabar tentangmu, melihatmu malu, melihatmu tertawa,melihatmu mendengarkan, melihatmu bercerita, melihatmu makan, melihatmu minum. Hahaha... Apa sekarang aku terdengar seperti stalker? Apa aku terdengar seperti orang yang terobsesi padamu?

Maafkan aku, ai. Mau bagaimana? Aku tidak tau harus berbicara tentang apa lagi denganmu. Kata-katamu waktu itu masih berputar-putar di kepalaku. Menahan yang lain untuk meluncur keluar. Karena itu, aku senang hanya dengan melihatmu..


dari yang mungkin terobsesi pada cinta lamanya, 

X

#18, Pencemburu

Dear ai..
Ingat setelah kita jadi kita harus menjalani LDR? Sebenarnya dari awal aku sudah meragukannya. Aku tidak yakin aku bisa menjalani ini. Aku selalu meragukan pasangan yang LDR. Aku pun meragukan kita. Tidak. Aku meragukan diriku sendiri. Apa bisa? Aku sadar aku perempuan pencemburu. Aku juga sadar aku tidak suka mengakuinya padamu. Semua aku pendam sendiri. Membuatku takut sendiri. Membuatku khawatir sendiri. Seperti memainkan monolog yang menyesakkan.

Kamu ingat aku sering pergi karaoke berdua dengan Indra? Kamu ingat aku sering pergi makan dengan Fajar? Itu hasil reaksi cemburuku karena kamu begitu disayangi teman-temanmu. Karena kamu begitu baik hati dengan temanmu. Yah, mau bagaimana lagi, kan? Kamu memang sosok yang supel dan mudah berteman. Sedangkan aku selalu membangun bentengku sendiri sehingga semua takut mendekat. Bukan salahmu sebenarnya.

Ai, Saat hari hujan dan aku harus menunggu di kampus karena tidak membawa jas hujan, aku ingin kamu menjemputku. Saat aku kedinginan, aku ingin kamu menawarkan jaketmu padaku (walau aku akan menolak dengan perasaan senang, sungguh, aku kan tipe perempuan ribet yang bawa banyak barang ke mana2, mana mungkin aku melupakan jaket. Lagipula, kamu juga pasti kedinginan, kan? Aku gak akan setega itu). Saat aku sendirian, aku ingin kamu ada di sampingku untuk menemaniku. Saat aku sedih, aku ingin bahumu agar aku dapat bersandar dan menangis.

Tapi kamu ada jauh sekali di sana. Aku tidak tau dengan pasti dan seharusnya aku memiliki praduga tak bersalah, tapi pikiranku selalu mengkhianatiku. Membayangkan kamu menjemput temanmu yang perempuan. Meminjamkan jaketmu padanya. Menemani dia makan atau nonton atau karaoke. Meminjamkan bahumu saat dia menangis. Memberikan milikku ("yang seharusnya jadi milikku?" ah, aku merasa egois sekali. Tentu saja itu semua milikmu. Terserah kamu mau memberikannya pada siapa pun).

Ah, ai. Bukankah cinta itu percaya? Aku percaya padamu. Sungguh. Tidak susah sebenarnya mempercayaimu. Tapi aku tak dapat mempercayai diriku sendiri. Dan entah kenapa, entah dari mana, cemburu itu muncul. Menelanku dalam gelapnya, memisahkanku dari nyata. Aku hidup dalam duniaku. Dunia yang aku kira ada kamu. Lalu memisahkanku dari kamu.


Si Pencemburu,

X

Selasa, 28 Januari 2014

#17, setitik cahaya nun jauh di sana


Dulu gelap tak meresahkanku seperti ini
karena dulu,
selalu ada kamu yang menemaniku melaluinya,
perdebatan manis itu,
cerita tentang berbagai konstelasi bintang,
cerita tentang kelinci bulan dan bulan yang dimakan raksasa,
tentang hujan cahaya di langit malam,
dan tentang gelap itu sendiri,

dulu gelap begitu syahdu,
begitu menenangkan,
karena aku tau,
kamu ada di sana,
pada saat yang sama,
menatap langit yang sama denganku,

semuanya gelap,
tapi ada yang menenangkanku,
setitik cahaya nun jauh di sana,
KAMU

Senin, 27 Januari 2014

#16, "c"

Dulu pernah aku berpikir 
akan lebih baik kita dapat bersama, 
setelah sekian juta kata yang ada diantara kita,.


Lalu saat kita bersama 
kata-kata itu tetiba hilang,
kehangatan itu membeku,. 
aku terlalu gugup dengan "c" yang kau curahkan,. 
terlalu banyak, 
terlalu berbunga..


kemudian aku merasa lelah,. 
lalu aku menyerah 
membekukan "c" yang kau berikan padaku,.

menyakitimu,. 

menyakitiku,. 


sekarang aku berharap,.
seandainya saja kita tak pernah bersama,. 
pasti kata-kata itu masih ada di antara kita..

Selasa, 14 Januari 2014

#15, Jealousy


I like it when you are jealous..
that's kinda... cute..
teehee.. 

Selasa, 07 Januari 2014

Hai, halo, kamu yang membaca blog ini..

Aku memang tidak (belum) tau siapa kamu. Tapi terima kasih sudah membaca blog yang isinya setengah curhat setengah nyoba nulis cerita ini. (Kalau kamu membaca pesan ini) Kapan-kapan tinggalkanlah jejakmu. Mungkin sebuah link untuk aku kunjungi? Atau komentar yang meyakinkanku kamu ada. Akan sangat menyenangkan mengenal kamu. Mungkin kita bisa berteman. Mungkin kita bisa bertukar cerita.

btw, terima kasih sekali lagi.. :))

#14, Nyata? Tidak Nyata?

Aku suka sekali membaca novel Hunger Games. Mulai dari The Hunger Games, Catching Fire, dan terakhir Mockingjay. The Hunger Games merupakan pengenalan yang menakjubkan. Entah kenapa aku sangat amat tertarik membeli yang selanjutnya gara-gara membeli buku pertama tanpa mengetahui bahwa itu adalah buku pertama. Iya. Aku kira novel itu satu doang tamat. Ternyata ada lanjutannya. Catching Fire menyebalkan karena nggantung. Please! Penasaran gak sih gimana nasib Peeta setelah ditinggal kawannya? Penasaran gak sih gimana hidupnya si Katniss (yang akhirnya jatuh cinta sama Peeta) waktu tau Peeta ditinggal? Untungnya Mockingjay segera terbit waktu itu. Terobatilah rasa penasaranku. Tapi baca Mockingjay, rasanya aku bisa ikut merasakan yang dirasakan Katniss. Ingat waktu akhirnya Peeta bisa diselamatkan, dia mengira Katniss musuhnya? Ingat bagaimana Capitol mengubah memori Peeta tentang Katniss? Lalu, ingat bagaimana Peeta dan Katniss bermain Nyata atau Tidak Nyata dengan ingatan Peeta? 


Ini juga permainan Nyata atau Tidak Nyata, ai. Aku berharap yang aku tuliskan di sini semuanya nyata. Tapi entah,. mungkin saja Capitol juga sudah menyusup dan mengubah memoriku tentang kamu. Tentang kita.

Jadi, apakah kita Nyata? atau Tidak Nyata?

Senin, 06 Januari 2014

#13, Jatuh

Barusan aku jatuh di kamar mandi karena lantainya licin. Aku tidak apa-apa--kalau kamu mengkhawatirkanku. Kakiku tidak terkilir. Tulang ekorku tidak memar. Hanya saja, lenganku tergores panjang. Lenganku menahan jatuhku sehingga jatuhku tidak terlalu keras. Tubuhku tidak apa-apa, tapi lenganku rasanya ngilu dan perih.

Seperti itu rasanya menjatuhkan hatiku padamu. Mungkin karena aku menjatuhkannya di tempat yang salah. Mungkin aku menjatuhkannya pada orang yang salah. Mungkin aku telah menjatuhkannya pada tempat yang tepat, pada orang yang tepat, hanya saja aku masih menahannya dengan tanganku agar tidak sepenuhnya jatuh. Mungkin itu yang membuatnya sakit?

Jumat, 03 Januari 2014

#12, Kesalahan

Ada yang bilang kesalahan dalam hidup hanyalah benar-benar menjadi kesalahan apabila sudah terjadi. Saat itu, atau setelahnya, baru kita bisa menyatakan bahwa hal itu memang salah. Bahkan sains dan matematika. Ilmu pasti itu hanya menjadi pasti setelah semua kemungkinan dicoba dan semua kesalahan dibetulkan. Hanya menjadi pasti karena kesalahan yang dulu pernah terjadi dibetulkan.

Lalu bagaimana dengan kita? Tentang cerita kita. Apakah itu merupakan sebuah kesalahan?
Apakah AKU adalah sebuah kesalahan bagimu?

Kalau tentang kamu, ai.. aku masih belum bisa memutuskan. Bahkan sampai saat ini aku belum bisa memutuskan.

Kamis, 02 Januari 2014

#11, new year wish

Hope you get a sweet, cheerful, not overminded girl, not a drama queen, simple girl who understand you..
and loving you as much as you love her..
and a girl who's brave enough to face every situation with you..

then.. i hope i'll be able moving on from you this year,
Meet a funny, romantic, sweet, kind guy who's loving me and take me as i am..

what's your new year wish, ai?