BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Jumat, 28 Februari 2014

#21, Ring

Kamu tau kereta gantung? Ya, seperti yang ada di TMII itu, tapi bedanya yang ini ada di gunung salju. Aku dan teman-temanku naik salah satunya sampai ke puncak. Rencananya kami akan turun dari puncak bersalju itu menggunakan ski  

Saat kami naik ke puncak waktu itu langit masih cerah. Hanya sedikit awan yang terlihat di sana. Tapi saat kami memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum meluncur turun, langit sepertinya juga memutuskan untuk berhenti ceria. Gumpalan-gumpalan awan datang. Kabut bergulung menyelimuti tempat itu. Orang-orang yang mau turun mengurungkan niatnya. Lebih baik menunggu satu dua jam daripada salah jalur dan jatuh ke jurang. Berduyun-duyun mereka masuk ke tempat beristirahat di puncak itu untuk menghangatkan diri.

Saat itu, aku malah keluar. Aku ingin melihat kabut yang menyelimuti tempat itu. Yang aku temukan, kamu. Memandangku dari jauh. Kita menghampiri satu sama lain. Bertemu di hamparan salju yang putih. Di kelilingi kabut. Kamu menarik tanganku, meletakkan sesuatu di telapaknya, lalu menggulung jariku agar menutupinya. Lalu kamu pergi. Saat aku buka, sebentuk cincin berwarna perak yang sederhana dan manis tertinggal di sana. Aku terkejut. Hanya sedetik. Aku berbalik untuk mencarimu. Aku benar-benar ingin tahu apa maksudmu memberiku cincin ini. Tapi kamu sudah hilang. Bahkan bayangmu tak lagi tertinggal.


Yang sepertinya mulai gila karena cincin yang kamu tinggalkan masih terasa saat terbangun,

X

Sel abu-abu, kamu, dan perjalanan ke kota kita

Akhir minggu lalu aku pulang ke kotamu. Kota kita mengais ilmu. Apa aku pernah berkata bahwa aku tidak suka perjalanan ke kota itu? Bukan karena aku tidak suka kota itu, bukan. Aku tidak suka jalan berkelok dan rusak menuju kota itu. Hanya itu. Jalan panjang seperti ular yang tercabik-cabik itu membuatku mual. Tak jarang membuatku mengeluarkan isi perutku. Membuatku lemas dan pusing. Aku tidak suka itu. 


Akhir minggu lalu berbeda. Di dalam travel yang penuh muatan itu tiba-tiba kamu terlintas dipikirku. Hal-hal lucu tentang kamu. Tentang kita. Aku ingat kamu pernah bertanya tentang orang tuaku. Katamu kamu mau mampir dan bertemu. Waktu itu aku panik. Pikiranku sudah terbang ke mana-mana. Menyangka kamu akan melamarku. Sungguh aku berlebihan sekali. Aku merasa bodoh karena ternyata itu hanya basa-basimu.

Setelah itu kamu pergi jauh ke Metropolitan. Katamu kamu sudah mendapatkan pekerjaan yang kamu impikan. Aku sedih. Tak bisa lagi aku beralasan apa-apa agar bisa menemuimu.

Akhir bulan lalu kamu menelpon, bertanya apa sekarang aku sudah di rumah. Menganggur. Atau bekerja entah di mana. Aku masih di sini. Di kota kita mengais ilmu, jawabku. Aku masih menjadi anak ayam yang mematuk-matuk tanah. Kesal karena tidak menemukan cacing yang lezat itu. Kamu tertawa. Sampai situ saja. 

Akhhir minggu lalu, di dalam travel, sel abu-abu di kepalaku merangkai cerita yang lucu. Kamu memintaku datang ke rumahmu. Membawakan ibumu hadiah ulang tahun sebagai wakilmu. Katamu, kamu tidak mau mengirimkannya. Kamu ingin aku yang membawakannya.

Sel abu-abu masih menjalin cerita itu. Ibumu suka padaku. Hal yang sepertinya sulit terjadi jika nyata-nyata ini terjadi. Berkali-kali aku datang ke rumahmu di kota kita. Membawakan ibumu masakanku atau sekedar berkunjung dan membantu ibumu memasak untuk ayahmu. Tak terasa aku telah menjadi bagian dari keluargamu. Sel abu-abu membuat bibirku melengkung memikirkan kamu ternyata memang menyukaiku. 

Kamu, bukankah sel abu-abu itu hebat sekali? Dia bisa menjalin cerita yang panjang dan meringkasnya dalam satu perjalananku ke kota itu. Dan taukah kamu? Untuk sekali itu, aku tidak merasakan pusing, mual, ataupun perasaan tidak enak yang tidak aku sukai. Aku melewati ular berkelok tercabik-cabik dengan selamat, bebas dari pusing dan mual! Aku bahkan tidak minum obat antimual yang biasanya tidak mempan di tubuhku! Kamu harus menyelamatiku. Juga menyelamati kamu, karena kamu membuat aku lupa untuk mual dan pusing. Terima kasih telah menjadi pahlawan super di perjalananku ke kota kita akhir minggu lalu. Kapan-kapan mampirlah lagi, kamu..

Rabu, 19 Februari 2014

#20, my hand in yours

Reuni? Sepertinya sedang ada reuni. Sebuah reuni random karena ada kamu, ada teman SMAku, ada teman SMPku, ada teman kuliahku, dan ada beberapa orang yang belum aku kenali. Aku berdiri di dekat teman SMAku, berbicara dengannya, sadar kamu juga ada di sana. Tak lama, kita merasakan tanah bergetar. Kamu tau, kan? Aku takut sekali dengan gempa. Kakiku tiba-tiba lemas. Aku langsung memegang erat lengan teman SMAku itu. Gempa itu hanya satu menit. Tapi takutku tak mudah hilang. Aku masih memegang erat tangannya saat aku sadar kamu menghampiri kami. Aku juga masih memegang erat tangannya saat kamu memukul-mukul tangannya dengan karton, terlihat kesal sekali. Kamu tidak berkata apa-apa tapi aku tau kamu kesal karena aku memegang tangannya. Bodohnya aku tak segera melepaskannya. Akhirnya kamu menarik tanganku, menarikku berdiri, menggenggam tanganku erat. Aku hanya dapat menatapmu. Aku lupa takutku. Aku tersenyum karenamu. Sadarkah kamu jika yang kamu lakukan itu sangat lucu? dan manis?



Aku rindu

Sabtu, 15 Februari 2014

#19, Obsesi cinta lama

Hai, ai,.

Senang sekali bisa melihatmu, menggenggam tanganmu, menyapamu, dan tersenyum padamu. Senang sekali bisa bertemu denganmu, duduk bersama denganmu, dan mendengar suaramu. Senang sekali mendengar kabar tentangmu, melihatmu malu, melihatmu tertawa,melihatmu mendengarkan, melihatmu bercerita, melihatmu makan, melihatmu minum. Hahaha... Apa sekarang aku terdengar seperti stalker? Apa aku terdengar seperti orang yang terobsesi padamu?

Maafkan aku, ai. Mau bagaimana? Aku tidak tau harus berbicara tentang apa lagi denganmu. Kata-katamu waktu itu masih berputar-putar di kepalaku. Menahan yang lain untuk meluncur keluar. Karena itu, aku senang hanya dengan melihatmu..


dari yang mungkin terobsesi pada cinta lamanya, 

X

#18, Pencemburu

Dear ai..
Ingat setelah kita jadi kita harus menjalani LDR? Sebenarnya dari awal aku sudah meragukannya. Aku tidak yakin aku bisa menjalani ini. Aku selalu meragukan pasangan yang LDR. Aku pun meragukan kita. Tidak. Aku meragukan diriku sendiri. Apa bisa? Aku sadar aku perempuan pencemburu. Aku juga sadar aku tidak suka mengakuinya padamu. Semua aku pendam sendiri. Membuatku takut sendiri. Membuatku khawatir sendiri. Seperti memainkan monolog yang menyesakkan.

Kamu ingat aku sering pergi karaoke berdua dengan Indra? Kamu ingat aku sering pergi makan dengan Fajar? Itu hasil reaksi cemburuku karena kamu begitu disayangi teman-temanmu. Karena kamu begitu baik hati dengan temanmu. Yah, mau bagaimana lagi, kan? Kamu memang sosok yang supel dan mudah berteman. Sedangkan aku selalu membangun bentengku sendiri sehingga semua takut mendekat. Bukan salahmu sebenarnya.

Ai, Saat hari hujan dan aku harus menunggu di kampus karena tidak membawa jas hujan, aku ingin kamu menjemputku. Saat aku kedinginan, aku ingin kamu menawarkan jaketmu padaku (walau aku akan menolak dengan perasaan senang, sungguh, aku kan tipe perempuan ribet yang bawa banyak barang ke mana2, mana mungkin aku melupakan jaket. Lagipula, kamu juga pasti kedinginan, kan? Aku gak akan setega itu). Saat aku sendirian, aku ingin kamu ada di sampingku untuk menemaniku. Saat aku sedih, aku ingin bahumu agar aku dapat bersandar dan menangis.

Tapi kamu ada jauh sekali di sana. Aku tidak tau dengan pasti dan seharusnya aku memiliki praduga tak bersalah, tapi pikiranku selalu mengkhianatiku. Membayangkan kamu menjemput temanmu yang perempuan. Meminjamkan jaketmu padanya. Menemani dia makan atau nonton atau karaoke. Meminjamkan bahumu saat dia menangis. Memberikan milikku ("yang seharusnya jadi milikku?" ah, aku merasa egois sekali. Tentu saja itu semua milikmu. Terserah kamu mau memberikannya pada siapa pun).

Ah, ai. Bukankah cinta itu percaya? Aku percaya padamu. Sungguh. Tidak susah sebenarnya mempercayaimu. Tapi aku tak dapat mempercayai diriku sendiri. Dan entah kenapa, entah dari mana, cemburu itu muncul. Menelanku dalam gelapnya, memisahkanku dari nyata. Aku hidup dalam duniaku. Dunia yang aku kira ada kamu. Lalu memisahkanku dari kamu.


Si Pencemburu,

X