BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Rabu, 05 Maret 2014

Lelakiku

Untuk kesekian kalinya aku dan lelaki ini berjalan melewati jalan ini. Kali ini kami berjalan bersisian dalam gerimis. Dia memayungi kami berdua dari hujan. Walau aku sebenarnya tau dia mencondongkan payungnya lebih padaku dan membiarkan sebelah bahunya basah.

Lelaki ini. Lelakiku. Lelaki yang berjalan di sisiku ini selalu ada di sana sejak lima bulan yang lalu. Saat itu dia menyatakan cintanya padaku. Dia ingin berada di sampingku. Aku menerimanya begitu saja. Aku menerima cintanya. Aku menerimanya untuk ada di sampingku. Lalu dia selalu ada.

Lima bulan. Aku tak pernah mengatakan perasaanku padanya. Tak sekalipun 'suka'. Apalagi 'cinta'. Saat kami bersama. Kami hanya bersisian. Aku menepis tangannya saat dia mencoba menggenggam tanganku. Aku menjauh darinya setiap dia berada terlalu dekat denganku. Aku menolak rangkulannya di bawah payung saat hujan deras. Membuautnya mengalah kebasahan hanya untuk membuatku tetap terlindung di bawah payungnya.

Kata teman-temanku aku hanya memanfaatkannya. Kata mereka aku memperbudaknya karena lelaki itu memujaku. Kata mereka aku terlalu angkuh. Kata mereka aku tak pantas dicintai lelakiku. Padahal bukan seperti itu. Aku juga mencintainya. Aku juga menginginkannya ada disisiku seperti dia menginginkan aku disisinya. Aku hanya terlalu takut. Takut tak dapat melepaskannya setelah merasakan sentuhannya.

Aku menatap jalan yang lengang di depanku. Aku memikirkan keterlambatan lelakiku di tempat janjian kami. Seorang temannya yang perempuan menahan lelakiku untuk membantu entah apa. Hal itu mengakibatkan lelakiku terlambat datang dan membuatku menunggu dalam gerimis cukup lama.

"Kamu masih marah?" Suara lelakiku mengembalikanku pada jalan yang lengang di hadapanku.

"Tidak." jawabku.

"Marahlah seperti biasa kalau kamu memang marah karena aku terlambat. Jangan diam saja seperti itu."

"Bukan begitu." Jawabku lagi

"Aku harus bagaimana? Aku tidak tau harus berbuat apa jika kamu terus seperti ini." Aku merasakan gerimis jatuh di wajahku. Lelakiku berhenti berjalan beberapa langkah di belakangku.

Seandainya lelakiku tau, yang menggangguku adalah kata-kata perempuan itu saat mengantarnya. Bukan karena keterlambatannya. Dia tidak pernah mencintaimu. Kenapa tidak kamu tinggalkan saja dia dan bersamaku. Aku lebih mencintaimu. Suara perempuan itu terngiang kembali.

Aku menghela nafas. Berbalik dan memandang lelakiku. "Mungkin yang perlu kamu lakukan hanya terus berjalan?" kataku. Lelakiku memandangku. Dia menghela nafas dan mulai berjalan. Sejenak dia berhenti di sampingku. Menungguku berjalan terlebih dahulu. Kali ini kami berjalan bersisian dalam diam dengan beban yang terasa berat di sekitar kami. Aku merasakan kekecewaan lelakiku.

Aku mengangkat tangan kananku, ingin memegang lengan lelakiku. Tapi keragu-raguan menurunkan tanganku. Beberapa langkah kemudian, aku tak tau bagaimana, tapi tangan kananku melingkar di pinggangnya, kepalaku bersandar di lengannya, dan dia berhenti berjalan. Aku merasakan keterkejutannya.

"Teruslah berjalan bersamaku." kataku sambil menunduk menyembunyikan wajahku yang memerah. Aku merasakan lelakiku tetap bergeming.

"Aku mencintaimu. Kamu tau itu, kan?" kataku lagi. Kali ini Aku merasa payung kami berpindah ke tangan kanannya. Tangan kirinya melewati pundakku, menggenggam tangan kiriku, membawanya ke bibir lelakiku. Aku menarik tangan kiriku dengan malu. Sungguh malu hingga rasanya wajahku terbakar.

"Aku tau." Bisiknya. Kami berjalan lagi di jalan itu. Kali ini beban yang tadi begitu berat menghilang. Aku merasakan senyum di wajah lelakiku. Aku merasakan sudut-sudut bibirku terangkat membentuk senyum. Aku tau lelakiku akan terlindung di bawah payung sama sepertiku. Aku tau. Kami akan baik-baik saja.

0 komentar: