BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Kamis, 20 Maret 2014


Hai, apa kabar? Kamu sedang apa? Aku bosan di sini..

(Baca : Hai, apa kabar? Kamu sibuk? Aku kangen kamu, pengin ngobrol sama kamu.)

everything's gonna be alright, isn't it?

so, damn, why am i cry?

#27, Could i?

Could i just come to you and cry on your back?

There's no need to see my face

There's no need to calm me down

There's no need to hug me

Just stand still...

and lend me your back..

Could i?

#26, Bagaimana mungkin aku lupa?

Hari ini kita bertemu lagi. Setelah hari-hari tanpa kata itu. Setelah hari yang menyakitkan itu. Kamu memandangku dengan tatapan yang sama seperti dulu. "Masih ingatkah kamu?" katamu.
Aku tertawa. "Serius amat. Inget apa emangnya?"
Kamu memandangku lama dalam diam. Aku tertawa. Tertawa agar gemetarku tak terlalu kentara. Tatapanmu yang beku, rasa sakit hati yang memancar dari lakumu, menggores tiap inchi kulitku. Kamu memalingkan wajahmu lalu pergi tanpa kata lagi. 
Aku memandang punggungmu yang menjauh. "Bagaimana mungkin aku lupa? Sedangkan tak pernah satu hari pun bayangmu menghilang dari benakku."
Ah,. sepertinya aku harus pergi juga. Air mata ini rasanya akan tumpah.

#25, Sejauh apa?

Malam ini aku memimpikanmu,
Kamu yang akan pergi menjauh lagi,

Benarkah?

Ingin aku berkata turut bahagia,
Bagaimana pun juga hal ini telah kau tunggu lama,

Tapi aku pun merasa kehilangan, 
Akan sejauh apa kamu pergi kali ini?

#24,

"Lihat! Jari-jarimu panjang sekali." Aku menempelkan telapak tanganku pada telapak tangannya setinggi mataku. "Telapak tanganmu lebih besar dari aku. Hahahaha.." 
Kamu menatapku sejenak, tersenyum, "Supaya aku bisa membungkus tanganmu seperti ini." Kamu meraih kedua tanganku dan menggenggamnya erat. Tawaku terbungkam. 
"Atau menghangatkanmu seperti ini saat kamu kedinginan." Kamu menangkupkan kedua telapak tanganmu di pipiku. Kamu menunduk, menatap langsung ke dalam mataku. Aku terdiam salah tingkah. Rasanya pipiku memanas. Ah. Pasti itu karena tanganmu. Iya kan?

Minggu, 16 Maret 2014

#23, Si Jaket Merah

Ai, kamu ingat? Dulu, aku pernah memiliki jaket yang mirip denganmu. Jaket berwarna merah dengan dengan dua garis abu-abu di lengannya. Aku bisa pastikan aku tidak dengan sengaja mengembarimu. I swear. Tapi setelah aku tau jaket kita mirip, aku selalu menganggap kita memiliki jaket kembar. Menganggap jaketku dan jaketmu sengaja kita beli agar kita sama. Sounds so silly, eh? Hahahaha..

Dari si jaket merah kembaranmu,

X

Rabu, 05 Maret 2014

Lelakiku

Untuk kesekian kalinya aku dan lelaki ini berjalan melewati jalan ini. Kali ini kami berjalan bersisian dalam gerimis. Dia memayungi kami berdua dari hujan. Walau aku sebenarnya tau dia mencondongkan payungnya lebih padaku dan membiarkan sebelah bahunya basah.

Lelaki ini. Lelakiku. Lelaki yang berjalan di sisiku ini selalu ada di sana sejak lima bulan yang lalu. Saat itu dia menyatakan cintanya padaku. Dia ingin berada di sampingku. Aku menerimanya begitu saja. Aku menerima cintanya. Aku menerimanya untuk ada di sampingku. Lalu dia selalu ada.

Lima bulan. Aku tak pernah mengatakan perasaanku padanya. Tak sekalipun 'suka'. Apalagi 'cinta'. Saat kami bersama. Kami hanya bersisian. Aku menepis tangannya saat dia mencoba menggenggam tanganku. Aku menjauh darinya setiap dia berada terlalu dekat denganku. Aku menolak rangkulannya di bawah payung saat hujan deras. Membuautnya mengalah kebasahan hanya untuk membuatku tetap terlindung di bawah payungnya.

Kata teman-temanku aku hanya memanfaatkannya. Kata mereka aku memperbudaknya karena lelaki itu memujaku. Kata mereka aku terlalu angkuh. Kata mereka aku tak pantas dicintai lelakiku. Padahal bukan seperti itu. Aku juga mencintainya. Aku juga menginginkannya ada disisiku seperti dia menginginkan aku disisinya. Aku hanya terlalu takut. Takut tak dapat melepaskannya setelah merasakan sentuhannya.

Aku menatap jalan yang lengang di depanku. Aku memikirkan keterlambatan lelakiku di tempat janjian kami. Seorang temannya yang perempuan menahan lelakiku untuk membantu entah apa. Hal itu mengakibatkan lelakiku terlambat datang dan membuatku menunggu dalam gerimis cukup lama.

"Kamu masih marah?" Suara lelakiku mengembalikanku pada jalan yang lengang di hadapanku.

"Tidak." jawabku.

"Marahlah seperti biasa kalau kamu memang marah karena aku terlambat. Jangan diam saja seperti itu."

"Bukan begitu." Jawabku lagi

"Aku harus bagaimana? Aku tidak tau harus berbuat apa jika kamu terus seperti ini." Aku merasakan gerimis jatuh di wajahku. Lelakiku berhenti berjalan beberapa langkah di belakangku.

Seandainya lelakiku tau, yang menggangguku adalah kata-kata perempuan itu saat mengantarnya. Bukan karena keterlambatannya. Dia tidak pernah mencintaimu. Kenapa tidak kamu tinggalkan saja dia dan bersamaku. Aku lebih mencintaimu. Suara perempuan itu terngiang kembali.

Aku menghela nafas. Berbalik dan memandang lelakiku. "Mungkin yang perlu kamu lakukan hanya terus berjalan?" kataku. Lelakiku memandangku. Dia menghela nafas dan mulai berjalan. Sejenak dia berhenti di sampingku. Menungguku berjalan terlebih dahulu. Kali ini kami berjalan bersisian dalam diam dengan beban yang terasa berat di sekitar kami. Aku merasakan kekecewaan lelakiku.

Aku mengangkat tangan kananku, ingin memegang lengan lelakiku. Tapi keragu-raguan menurunkan tanganku. Beberapa langkah kemudian, aku tak tau bagaimana, tapi tangan kananku melingkar di pinggangnya, kepalaku bersandar di lengannya, dan dia berhenti berjalan. Aku merasakan keterkejutannya.

"Teruslah berjalan bersamaku." kataku sambil menunduk menyembunyikan wajahku yang memerah. Aku merasakan lelakiku tetap bergeming.

"Aku mencintaimu. Kamu tau itu, kan?" kataku lagi. Kali ini Aku merasa payung kami berpindah ke tangan kanannya. Tangan kirinya melewati pundakku, menggenggam tangan kiriku, membawanya ke bibir lelakiku. Aku menarik tangan kiriku dengan malu. Sungguh malu hingga rasanya wajahku terbakar.

"Aku tau." Bisiknya. Kami berjalan lagi di jalan itu. Kali ini beban yang tadi begitu berat menghilang. Aku merasakan senyum di wajah lelakiku. Aku merasakan sudut-sudut bibirku terangkat membentuk senyum. Aku tau lelakiku akan terlindung di bawah payung sama sepertiku. Aku tau. Kami akan baik-baik saja.

Minggu, 02 Maret 2014

#22, Harus bagaimana?

Aku tidak terlalu suka acara tv itu sebenarnya, ai. Tapi berhubung di jam itu adanya sinetron yang lebih aku gak suka, akhirnya aku hampir selalu menonton acara tv satu itu. Biasanya mereka hanya melucu. Berharap tawa penonton sebagai bayaran mereka. Memastikan yang mereka lakukan memang lucu. Padahal mungkin, penonton itu tertawa karena dikomandoi untuk tertawa. Jadi mereka hanya pura-pura? Yah, itu tidak penting.

Acara di tv itu hari ini menyentilku. Ceritanya tentang mantan yang jadi awkward. Katanya, si cewek nyuekin si cowok setelah mereka putus. Kalo ketemu diem aja. Malah katanya suka menghindar padahal mereka satu band. Jadinya malah bandnya gak jalan gara-gara si cewek menghindar mulu.

Menurutmu bagaimana, ai? Apa sekarang si cewek seharusnya biasa aja kalo ketemu si cowok? Tapi, ai. Bagaimana jika ternyata si cewek menghindari si cowok karena pacar si cewek cemburuan? Bagaimana jika ternyata si cewek merasa bersalah karena memutuskan si cowok dan mengira bahwa berkata-kata hanya akan menyakiti si cowok lebih lagi? Bagaimana jika si cewek mengira si cowok masih mencintainya dan memutuskan bahwa berkata-kata akan membuat si cowok lebih susah melepaskannya?

Ya, ya.. aku tau, kamu pasti kesal karena merasa si cewek begitu besar kepala, kan? Bisa saja si cowok memang sudah biasa saja dengan semuanya. Bisa saja si cowok sudah tidak memiliki perasaan apa-apa. Bisa saja si cowok sudah melepaskan kenangan mereka.

Tapi bagaimana si cewek bisa memastikan, ai? Bagaimana si cewek tau bahwa bersua dan berkata-kata tidak akan membuat si cowok sakit?

Bertanyakah, ai? Lalu bagaimana jika dengan bertanya itu saja sudah menyakiti?

Lalu aku? Aku harus bagaimana bila harus bertemu denganmu? Dua tahun menghindarimu sudah cukup, kah? Sudah bisakah aku bertemu denganmu lagi? Sudah bisakah aku berbicara denganmu lagi?

Yang masih saja bingung harus memerankan skenario yang mana saat ada kemungkinan bertemu denganmu,

X