BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Sabtu, 31 Januari 2009

Taly Cinta Rezta

Malam tahun baru. Lily dan teman-teman SMPnya mengadakan reuni kecil-kecilan. Semua bermula dari bertemunya Lily dengan beberapa temannya di friendster. Saat mengobrol di friendster itu, mereka jadi ingin berkumpul dan bercerita lagi seperti dulu. Maklum, banyak di antara mereka yang melanjutkan sekolah ke luar kota sehingga mereka tidak pernah bertemu lagi setelah lulus SMP.

Acaranya hanya kecil-kecilan. Hanya tujuh orang yang datang. Salah satu di antaranya adalah Lily, koordinator acara ini, dulu kelas 3 A. Yang lainnya, ada Tari, sahabat Lily, kelas 3 A. Rezta, gebetan Tari, kelas 3 E. Dino, pengusul acara, kelas 3 B. Ulva, temen SMP Lily yang jadi temen friendster pertama Lily, kelas 3 B. Satria, gebetan Ulva, elas 3 D. Yang terakhir, Etty, sahabat Lily dan Tari sekaligus sponsor acara ini, kelas 3 A.

Seharusnya ini jadi momen yang indah. Bisa bertemu gebetan saat SMP. Bisa ngobrol dengan temen-temen dekat waktu SMP. Bisa melepas kangen dan curhat. Bisa bercanda lagi seperti dulu. Bisa bernostalgila karena mereka semua memang ‘gila’.

Tapi tampaknya, di sudut taman ada yang sedang suntuk. Lily yang menyadari hal itu segera mendekatinya.

“Kok suntuk gitu, Ri?” tanya Lily dengan lembut.

“Nggak pa pa.” Jawab Tari singkat. Tari ingin menyembunyikan kekesalan hatinya. Dia tak ingin ada yang tahu. Tapi ternyata, jawabannya itu tidak dapat menipu Lily yang jadi sahabatnya itu.

“Apa sih, yang membuat kamu kesal?” Lily duduk di sebelah Tari. Dia mencoba memancing Tari untuk bercerita.

“Nggak ada.” Tari masih bersikeras menyimpan kekesalan hatinya.

“Hmm.. kalo gitu, gabung dong, sama yang lain. Lagi manggang ikan hasil mancing cowok-cowok, tuh.” Bujuk Lily.

“Kamu aja yang ke sana. Aku males.” Nada bicara Tari masih sama. Ketus.

“Ayo dong, Ri. Apa kamu nggak seneng ketemu sama temen-temen?” Lily membujuk Tari lagi saat dia melihat Rezta. “Apa kamu nggak seneng ketemu Rezta.” Kali ini nada suara Lily menggoda. Lily tahu, Tari masih suka Rezta. Begitu pun sebaliknya. Ini bukan hanya tebakan Lily. Tapi memang benar adanya. Hanya sayangnya, mereka berdua sama-sama tidak mau mengakuinya.

“Nggak usah sok, deh.” Reaksi Tari ini benar-benar di luar dugaan Lily. Tadi dia mengira Tari akan tertawa mengelak atau malah tersipu malu. Bukannya marah.

“Sok?” ulang Lily bingung. “Sok gimana sih, Ri?”

“Alah, nggak usah sok innocent gitu!” kata Tari sinis. “Huh! Selamat ya, akhirnya kamu jadian sama Rezta.” Lily bertambah bingung mendengar kabar yang satu ini.

“Aku? Jadian sama Rezta? Kok aku baru tau, ya?” Lily tertawa. Dia masih mengira ini hanya lelucon Tari.

“Pura-pura nggak tau, hah?” kemarahan Tari memuncak. Suaranya meninggi. Beberapa temannya menatap Tari ingin tahu.

“Aku bener-bener nggak ngerti maksudmu, Ri. Kalo ini becanda, dan aku harap ini emang becanda, udahin dong. Yang lainnya jadi bingung.” Lily memohon dengan sangat.

“Bercanda?” kata Tari sinis. “Kamu bilang aku bercanda, hah?” Tari menarik nafas panjang. Mencoba menenangkan diri. Tapi rahangnya mengeras. “Aku udah baca semua commentmu buat dia. Aku udah baca semua commentnya untuk kamu. Dan kamu masih mau mengelak dengan bukti-bukti itu?”

Lily terkesiap. Comment-comment mereka di friendster. Sekali lagi terbayang comment yang dikirimkan Rezta padanya.

Cintaku, cayangku, ge pa nih? Aku ge sakit nie..

Dan terbayang lagi jawaban yang dikirimkan Lily tanpa pikir panjang.

Aduh, kacian beudh cayangku, cini aku ciumin yang atit.

Apa itu yang membuat Tari semarah ini? Semua itu hanya gurauan. Semua itu tidak serius. Semua itu hanya keisengan karena Lily dan Rezta bosan dengan hari-hari mereka. Tapi Tari memang tak bisa disalahkan. Kata-kata itu jelas bisa membuat orang yang membacanya salah paham.

“Nggak bisa mengelak lagi, hah?” Tari menarik Lily kembali dari ingatannya.

“Itu bukan...” pembelaan yang ingin diungkapkan Lily tertahan karena Tari buru-buru menyelanya.

“Kamu tau aku suka dia, Ly. Kamu tau itu.” Mata Tari mulai berkaca-kaca. “Aku bener-bener nggak nyangka kamu bisa ngelakuin itu. Aku nggak nyangka, kamu bisa MENGKHIANATIKU.” Kata-kata yang terakhir itu benar-benar melukai hati Lily. Kata-kata itu membuat air mata Lily menetes.

“Nggak , Ri..” Lily hanya mampu berbisik. “Aku nggak mungkin mengkhianatimu.”

“Kenapa sih, Ly?” Tari terisak di antara kata-katanya. “Kenapa harus Rezta?”

“NGGAK!” Lily berteriak dengan air mata mengalir deras. “Aku nggak pernah jadian sama Rezta!” Lily menghampiri Rezta yang waktu itu sedang memanggang ikan. Dia menarik tangan Rezta mendekati Tari. Rezta hanya mengikuti Lily dengan bingung. Tangannya yang tidak dipegang Lily masih membawa kipas bambu. Tingkah mereka itu memancing keingintahuan semua temannya yang hadir. Mereka menonton adegan demi adegan Lily, Tari dan Rezta dengan penuh minat.

“Rez, kasih tau Tari. Bilang kalo kita Cuma temenan.” Kata Lily memohon. Rezta menatap kedua perempuan di hadapannya. Dua perempuan yang wajahnya basah karena air mata. Salah satunya adalah dia yang dicintai tetapi tak dapat dimiliki.

“Rez, bilang ama Tari. Kita Cuma temenan. Jangan Cuma diem.” Kata Lily lagi saat Rezta hanya terdiam. Dia paham, dia harus mengatakan sesuatu untuk menyelesaikan ini. Untuk menyudahi masalah hatinya.

“Rezta..” ulang Lily lagi. Rezta menatap perempuan yang memegang lengannya erat, meminta jawaban yang dia inginkan. Rezta beralih memandang perempuan yang menangis di hadapannya. Meminta kepastian. Di wajahnya tersirat luka yang dalam.

“Aku pacaran sama Lily.” Kata Rezta pada akhirnya. Pernyataan itu mengejutkan semua orang. Termasuk Lily dan Tari.

“Udah jelas sekarang.” Kata Tari setelah bisa menenangkan diri. Tadi ingin sekali dia mendengar penyangkalan dari mulut Rezta. Tapi sayangnya, bukan penyangkalan yang terucap. “Aku kecewa sama kamu, Ly. Bukan hanya karena kamu jadian sama Rezta. Tapi juga karena kamu bohong sama aku. Juga karena kamu menyembunyikan semua ini.” Tari memalingkan wajahnya. “Aku mau pulang sekarang. Sorry aku nggak mood ada di deket orang yang tega mengkhianati sahabatnya sendiri.” Tari meninggalkan taman itu dengan hati pecah berkeping-keping.

“Nggak.” Lily menatap punggung Tari yang menjauh. “Nggak. Tari, Rezta bohong. Dia bohong, Ri. Dia bohong. TARI! REZTA BOHONG!!!” Lily berteriak pada sosok Tari yang tak menoleh sama sekali. Lily terduduk di atas rumput. Dia menangis terisak. Teman-temannya yang melihat jadi ikut sedih. Sosok Lily yang menangis terlihat begitu terluka.

“Ly.” Panggil Rezta yang berjongkok di sebelah Lily. Lily bergeming. Tetap menunduk dengan bahu sedikit bergetar.

“Kamu baik aja, kan, Ly?” tanya Rezta lagi. Lily bangkit tanpa menjawab Rezta. Dia menghampiri Etty untuk pamit.

“Sory, aku pulang duluan ya, Ty. Sory, aku udah hancurin pesta kita.” Air mata Lily menetes lagi.

“Sabar ya, Ly.” Etty menepk-nepuk punggung Lily dan disambutnya dengan anggukan singkat. Lalu Lily mengambil tasnya dan pergi dengan kepala tertunduk. Rezta yang melihat hal itu mengejarnya.

“Sory, Ly.” Rezta mengatakan hal itu lebih dari sepuluh kali semenjak Lily meninggalkan kediaman Etty. Sekarang mereka sudah ada di depan gerbang rumah Lily yang berjarak tiga rumah dari rumah Etty. Rezta benar-benar bingung. Lily menangis dan sama sekali tidak mau berbicara padanya. Padahal, kalau bukan Lily, siapa lagi yang bisa diajaknya ngobrol dengan enak, bebas.

“Kenapa?” bisik Lily pelan tapi masih bisa terdengar oleh Rezta.

“Apanya?” tanya Rezta yang merasa mendapat angin.

“Kenapa kamu bilang hal kaya’ gitu sama Tari?” suara Lily semakin jelas terdengar. Tapi kata-katanya membuat Rezta terdiam, tidak tahu apa yang harus dia katakan. Rezta menunduk dalam.

“Kenapa sih, Rez?” Isak Lily sudah tak lagi terdengar. “Rez.” Panggil Lily lagi. Rezta mengangkat wajahnya dan menemukan Lily menatapnya dengan wajah sembab. Tapi Rezta melihat ada pancaran aneh di mata Lily. Sedih, kecewa, marah, dan sesuatu yang yang lainnya, yang sedikit berbeda.

“Aku...” Rezta tak dapat memberikan alaan apa pun. Otaknya kosong. Hatinya terasa sakit.

“Aku tau kamu masih suka Tari, Rez. Kenapa kamu bersikap seperti itu?” Lily menatap Rezta yang mulai gelisah.

“Rez, jawab aku. Kenapa kamu bersikap seolah-olah kita pacaran? Kenapa kamu ngejauhin Tari selama berbulan-bulan?” Lily menarik nafas dan melanjutkan dengan berbisik, “Padahal kamu tau kalo kamu suka sama Tari.”

“Sejak dulu,.. dan nggak pernah berubah.” Tambah Lily lagi.

Rezta tak berani mengangkat wajahnya lagi. Dia merasa seperti anak kecil yang dimarahi ibunya.

“Jawab, Rez.” Pinta Lily lagi.

“Kamu tau..” jawab Rezta.

“Aku nggak tau.” Lily menjawabnya dengan tegas.

“Aku.. aku nggak mau ganggu hidup dia. Aku mau dia.. dia dapetin cowok yang lebih baik dariku.” Kata Rezta akhirnya dengan sedikit terbata-bata.

“Kamu tuh cowok, bukan sih, Rez?” kata Lily sinis. “Jangan manja dan egois gitu dong!” wajah Lily mengeras. Lily marah. Dia benar-benar kesal dengan kelakuan Rezta.

“Apa sih maksudmu?” Rezta sedikit kesal dengan pertanyaan Lily yang terkesan menyindir itu.

“Iya, dong. Kamu manja. Kamu nggak mau berusaha mendapatkan dia yang kamu suka. Kamu tuh egois. Sebenernya, kamu bukannya mengharap dia mendapatkan yang lebih baik dari kamu. Kamu Cuma nggak mau hatimu sampai terluka karena kecewa kalo kamu mengakui perasaanmu ke dia. Aku bener, kan, Rez?” Rezta terdiam. Hatinya mengakui pendapat Lily.

“Ya.. kamu emang bener.” Jawab Rezta malu. “Maafin aku.”

“Masih sempet kamu ngakuin itu ke aku? Masih sempet kamu minta maaf ke aku? Kalo kamu emang punya banyak waktu untuk minta maaf ke aku, lebih baik kamu kejar Tari dan katakan semuanya. Jujurlah pada dia dan hatimu.” Lily berbalik dan berjalan masuk, meninggalkan Rezta.

“Thanks, Ly. Kamu emang sahabat terbaikku.” Kalimat yang meluncur tulus dan sebuah pelukan hangat dari Rezta membuat Lily membeku. Saat akhirnya Rezta melepaskan Lily dan berbalik menuju rumah Tari, Lily jatuh terduduk. Lily terisak. Telapak tangannya dia tutupkan pada wajahnya. Air mata mengalir melalui sela-sela jari Lily

“Maaf..” bisik Lily di antara isak tangisnya.

“Maafin aku, Ri..” bisik Lily lagi. “Aku memang mencintai dia..”

8 komentar:

ditT mengatakan...

put ganti laa....

jangan ko kasih smp mulu...






-ditT-

snaily mengatakan...

lha...

aku kan berjiwa muda, jeunk..

pas SMA, ceritanya tentang SMP

pas kuliah ntar, ceritanya tentang SMA..

kekekkekek..

heppy_ mengatakan...

ho,ho,ho,,,

cp put???
REZTA????

wakakakakakak

severityCONCEPT mengatakan...

}Put!
Liat blogku juga dunk, buaguzz bgts deh pokoknya,
di www.severityCONCEPT.wordpress.com.
OK!

snaily mengatakan...

emg.a knp klo rezta?

wee..

eh,bwt yg nm.a rezta,

maaph quw pke nm.muw..

kmiripan nm n prstw,

emg d.sgja..

hehehe..

Anonim mengatakan...

hahahahahahahahahahahahahahahahahaha
aku g taw ceritanya,tp cuma ikut senang bahwa temanku pnya blog yang kece....




nio

snaily mengatakan...

ahahaha..
kece kaya' orangnya yawh!!
hagxhagxhagx..
thnx, nio..
kamu juga buat blog dong!!
kita buat perkumpulan blog SOE!!
yei yei!!

semangadh!!
^^

-pt mengatakan...

Rezta rezta, jaim bgt si kamu jadi tokoh cerpen,

udah, lumuri saos abc rasa pedas secukupnya, abis tow rendam dgn kecap manis bangau yg berdiri sejak taun 1912, ungkep sebentar goreng,
langsung sikat dong TaLy pedas manis bakar selagi di penggorengan
mak nyows kan

nio emang pelaku kriminal, dia melakukan pemfitnahan yg lbh kejam dr tak memfitnah,
maafin y put, nio emg suka bo'ong ngatain km kece, pasti sakit y rasany
bsk tak krangkengnya nio
hehe