Dulu, saat pertama kali aku bertemu denganmu, kamu bisa membuatku begitu tertarik padamu. Membuatku besar kepala, mengira dirimu tertarik padaku. Bodoh sekali aku. Dulu, aku selalu mencari-cari alasan agar aku bisa bertemu denganmu. Memandang punggungmu. Berbicara sedetik denganmu. Mendengar semenit tawamu. Melihat wajahmu yang lucu. Bulu matamu yang lebih lentik dari pada aku.
Aku selalu senang saat kamu mengirim SMS padaku. Berkata kamu merindukanku. Memintaku main ke tempatmu. Bodohnya, aku mau saja datang ke sana. Secepat yang aku bisa. Aku juga senang kamu memberiku panggilan yang berbeda dari teman-temanku. Rani. Katamu, Putri itu terlalu umum. Sial. Aku cemberut saat kamu mengatakan itu. Tapi senang juga kamu memberiku panggilan baru. Hanya kamu yang memanggilku seperti itu.
Aku juga senang kamu mendatangiku di sore itu. Sore saat aku dan orang tuaku akan pergi. Kamu berkeras ingin bertemu. Katamu, kamu sudah terlanjur membelikanku serabi notosuman. Bagaimana pun, aku harus membawanya. Lalu kamu bertemu orang tuaku. Menyerahkan sekotak serabi notosuman. Lalu pergi. Sebentar, tapi aku diinterogasi lamaaa sekali setelah itu. Gila. Gila sekali. Hahaha..
Kamu juga pernah membelikanku semangkok bakso solo. Atau ayam goreng yang tidak ada rasanya. Kita makan lamaaa sekali karena terlalu banyak ngobrol. Akhirnya kamu dimarahi atasanmu. Aku pun dimarahi nenekku. Lucu. Asyik sekali.
Aku ingat kamu alergi dingin. Aku pun begitu. Kita sama, tapi berbeda. Jika kedinginan, kulitmu akan memerah, bentol-bentol, dan gatal. Sedangkan aku hanya bersin tak henti. Pernah di suatu hari hujan dan aku menemanimu bekerja. Hujan turun begitu deras disertai angin yang dinginnya menusuk tulang. Saat itu aku bersin-bersin tanpa henti sambil tertawa. Bagaimana tidak, kamu terlihat seperti menari karena menggaruk punggung dan tangan dan kaki dan lehermu. Gatal katamu. Kamu cemberut saat itu. Tapi bagaimana lagi, kamu terlihat lucu. Akhirnya? Aku yang kena batunya. Pusing karena terlalu banyak bersin dan tertawa. Hahahaha..
Satu hal yang aku tidak suka dari kamu. Kamu mengirimiku SMS yang menakutkan ditengah malam. Mengatakan harimu tidak banyak lagi. Kamu sedang sakit parah. Dadamu rasanya sesak. Kamu akan pergi sangat jauh. Bukan cerita hantu yang menakutkan. Bukan cerita pembunuhan yang mengerikan. Tapi memikirkan keadaanmu yang terkesan buruk di SMS itu yang lebih menakutkan. Apalagi dilanjutkan oleh non aktifnya HPmu selama beberapa hari.
Jujur saja, aku marah. Aku sangat amat marah padamu. Berani-beraninya membuatku takut tanpa memberiku keterangan lebih lanjut. Berani-beraninya membuat aku khawatir tanpa menjawab kekhawatiran yang aku sampaikan. Sungguh aku marah padamu, juga pada diriku, karena sudah peduli padamu. Lalu aku berjanji akan mengabaikanmu. Aku pun mengabaikanmu.
Bertahun kemudian. Kamu menyapaku, menanyakan kabarku. Aku tersenyum menjawabmu. Kemarahanku sirna ditelan waktu. Kamu bercerita telah menemukan pekerjaan lain yang lebih jauh. Jauh. Tapi kamu nyaman berada di sana. Kamu berkata, itu adalah tempatmu. Aku mengiyakan. Apa pun. Yang penting kamu senang. Lalu kamu berkata, besok kamu akan mengikrarkan janji suci. Karena itu kamu ingin meminta do'a padaku.
Aku sempat diam, mencerna kata-katamu. Lalu aku tersadar. Tersenyum lebih lebar. Memelukmu. Rasa tertarik itu pun telah sirna ditelan waktu. Aku bahagia mendengarnya kataku. Aku senang kamu akhirnya menemukan pendamping hidupmu. Aku mendo'akanmu, meminta maaf karena tidak akan dapat hadir. Tapi aku benar-benar senang.
Sabtu, 09 November 2013
Mas yang seperti bulan
Selamat mas yang seperti bulan. Akhirnya akan ada yang menyelimutimu saat malam-malam dingin yang membuatmu gatal. Hahahhaa.. :))
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar