Akhir minggu lalu aku pulang ke kotamu. Kota kita mengais ilmu. Apa aku pernah berkata bahwa aku tidak suka perjalanan ke kota itu? Bukan karena aku tidak suka kota itu, bukan. Aku tidak suka jalan berkelok dan rusak menuju kota itu. Hanya itu. Jalan panjang seperti ular yang tercabik-cabik itu membuatku mual. Tak jarang membuatku mengeluarkan isi perutku. Membuatku lemas dan pusing. Aku tidak suka itu.
Akhir minggu lalu berbeda. Di dalam travel yang penuh muatan itu tiba-tiba kamu terlintas dipikirku. Hal-hal lucu tentang kamu. Tentang kita. Aku ingat kamu pernah bertanya tentang orang tuaku. Katamu kamu mau mampir dan bertemu. Waktu itu aku panik. Pikiranku sudah terbang ke mana-mana. Menyangka kamu akan melamarku. Sungguh aku berlebihan sekali. Aku merasa bodoh karena ternyata itu hanya basa-basimu.
Setelah itu kamu pergi jauh ke Metropolitan. Katamu kamu sudah mendapatkan pekerjaan yang kamu impikan. Aku sedih. Tak bisa lagi aku beralasan apa-apa agar bisa menemuimu.
Akhir bulan lalu kamu menelpon, bertanya apa sekarang aku sudah di rumah. Menganggur. Atau bekerja entah di mana. Aku masih di sini. Di kota kita mengais ilmu, jawabku. Aku masih menjadi anak ayam yang mematuk-matuk tanah. Kesal karena tidak menemukan cacing yang lezat itu. Kamu tertawa. Sampai situ saja.
Akhhir minggu lalu, di dalam travel, sel abu-abu di kepalaku merangkai cerita yang lucu. Kamu memintaku datang ke rumahmu. Membawakan ibumu hadiah ulang tahun sebagai wakilmu. Katamu, kamu tidak mau mengirimkannya. Kamu ingin aku yang membawakannya.
Sel abu-abu masih menjalin cerita itu. Ibumu suka padaku. Hal yang sepertinya sulit terjadi jika nyata-nyata ini terjadi. Berkali-kali aku datang ke rumahmu di kota kita. Membawakan ibumu masakanku atau sekedar berkunjung dan membantu ibumu memasak untuk ayahmu. Tak terasa aku telah menjadi bagian dari keluargamu. Sel abu-abu membuat bibirku melengkung memikirkan kamu ternyata memang menyukaiku.
Kamu, bukankah sel abu-abu itu hebat sekali? Dia bisa menjalin cerita yang panjang dan meringkasnya dalam satu perjalananku ke kota itu. Dan taukah kamu? Untuk sekali itu, aku tidak merasakan pusing, mual, ataupun perasaan tidak enak yang tidak aku sukai. Aku melewati ular berkelok tercabik-cabik dengan selamat, bebas dari pusing dan mual! Aku bahkan tidak minum obat antimual yang biasanya tidak mempan di tubuhku! Kamu harus menyelamatiku. Juga menyelamati kamu, karena kamu membuat aku lupa untuk mual dan pusing. Terima kasih telah menjadi pahlawan super di perjalananku ke kota kita akhir minggu lalu. Kapan-kapan mampirlah lagi, kamu..
0 komentar:
Posting Komentar