Aku rindu. Sampai tak sanggup menahan rasa itu di dada. Akhirnya aku beranikan diriku bertanya padamu.
Kamu sibuk? Boleh aku telpon?
Aku merindu. Aku ingin bertemu. Aku ingin mendengar suaramu.
Aku tidak akan seberani itu saat berbicara padamu. Di telpon, atau di depanmu. Hanya dengan kata-kata tertulis aku berani menyampaikannya. Dengan kata tertulis yang disertai emoticon konyol dan 'hahaha' aku berani menyampaikannya padamu.
Lalu, saat mendengar suaramu. Rasanya rindu itu bukan berkurang, tapi semakin membebani dadaku.
Ingin bertemu. Aku ingin bertemu. Ingin sekali bertemu. Menatapmu. Berbicara denganmu. Tertawa denganmu.
Cerita-cerita yang aku persiapkan, yang aku tulis daftarnya agar tak kehabisan bahan pembicaraan denganmu tampaknya menguap begitu saja. Aku tak dapat mengingatnya. Keluhan-keluhanku dan rasa sakit hati yang ingin aku ceritakan tak mampu terurai dari bibirku. Rasanya sayang saja menodai kesempatan ini dengan kisah menyedihkan itu, bukan?Lalu, saat aku mendengar suara seorang perempuan. Suara kamu yang mengusirnya dengan menutup pintu kamarmu. Aku tercekat. Sungguh aku dapat mengira siapa perempuan itu. Teman kita itu, kan? Aku memastikannya.
Siapa tuh?
Pengganggu
Siapa emangnya?
'Teman kita'
Aku terdiam sedetik dua detik. Mencerna nama yang baru saja kau sebutkan. Aku sudah dapat mengiranya. Tapi tetap saja nama yang kau sebut itu terngiang jelas di kepalaku. Aku cemburu. Sepertinya begitu. Malam-malam begini. Dan dia ada di tempatmu. Ah,. Saking cemburunya, aku langsung menyudahi percakapan kita. Kamu bilang jangan. Teman kita sedang menemui orang lain di tempatmu. Oh, ya. Tentu saja. Bisa saja. Tapi kenyataannya dia menghampirimu, bukan?
Kita melanjutkan pembicaraan kita. Tapi aku tak dapat berkonsentrasi. Ah. Aku benci seperti ini. Nama itu masih terngiang di otakku. Membuat aku tak dapat merangkai kata yang aku inginkan.
Sudah ya, temani saja 'Teman kita'
Jangan
Dia kan mau ketemu kamu. Sudah ya.
Tidak kok. Bagaimana kabarmu di sana?
Baik.
Kamu mengulang pertanyaan yang sama. Dan aku sadar intonasi suaraku berbeda. Sudahlah. Percakapan ini memang tak dapat dilanjutkan.
Salam untuk teman kita ya.. Ah. Sebentar. Jangan bilang dia kalau aku menelpon.
Kamu hanya tertawa. Kamu tak akan berpikir aku malu mengakui aku menelponmu kan? Aku hanya tak ingin dia cemburu. Karena aku curiga dia menyukaimu. Itu saja. Aku tertawa lagi bersamamu.
Sudah ya. Terima kasih, kamu. (Aku rindu, kamu tau itu?)
0 komentar:
Posting Komentar